Harta
Kekayaan Merupakan Milik Lima Pihak
Jaman
dahulu kala, ada seorang raja yang welas asih, memperlakukan rakyat dengan adil
dan merata, tetapi beliau belum pernah keluar istana melihat secara langsung
kehidupan rakyatnya.
Suatu
kali, Perdana Menteri memohon pada raja : “Semoga Yang Mulia bersedia keluar
istana, melihat langsung kehidupan rakyat”.
Raja
menyambut dengan gembira : “Bagus sekali, kalau begitu saya akan keluar istana
melihat langsung kehidupan rakyat!”
Keesokan
harinya, raja keluar istana, melihat banyak bangsawan tinggal di bangunan dan
taman yang mewah, memiliki emas dan permata yang berlimpah ruah. Di satu sisi,
raja merasa terhibur oleh karena sebagian rakyatnya ini dapat melewati
kehidupan yang serba berkecukupan, di sisi lainnya, raja mempertimbangkan bahwa
harta kekayaan para bangsawan yang berlimpah ruah ini, tidak membawa manfaat
bagi kehidupan rakyat dan negeri ini, maka itu raja menurunkan titah, meminta
para bangsawan agar melaporkan harta kekayaan masing-masing, siap-siap
dilakukan pemungutan, untuk membiayai pengembangan militer.
Pada
saat itu ada seorang bangsawan yang memiliki harta kekayaan triliun, datang ke
istana dan menghadap raja, mengatakan bahwa dirinya cuma memiliki “harta
pribadi sebesar tiga puluh juta tael”.
Mendengar
hal ini, raja jadi marah besar, ketika hendak menjatuhkan hukuman pada
bangsawan ini atas dosanya mengelabui kaisar, si bangsawan segera memberi
penjelasan : “Harta pribadi yang saya timbun, tidak bisa dipersembahkan kepada Yang Mulia; tetapi harta kekayaan yang
dimiliki Lima Pihak bukanlah harta pribadi, harta kekayaan inilah Yang Mulia baru
dapat mengelolanya”.
Ucapan
bangsawan ini membuat raja jadi penasaran, sehingga raja melanjutkan bertanya
pada bangsawan, apa yang dimaksud dengan “Harta Pribadi” dan “Harta kekayaan
merupakan milik Lima Pihak”?
Bangsawan
menjawab : “Yang Mulia, hatiku senantiasa berbahagia melafal nama Buddha,
mulutku senantiasa menyebarluaskan Ajaran Buddha, bahkan juga dengan tindakan
mengamalkan Buddha Dharma. Maka itu saya menggunakan tiga puluh juta tael untuk
membangun vihara, memberi persembahan kepada para anggota Sangha, bahkan
membantu orang-orang yang kurang mampu, hingga seluruh serangga dan burung
serta hewan lainnya.
Berdana
membuat hatiku jadi tenang dan bahagia, dan berkah kebajikan yang diperoleh
dari berdana dan melakukan kebajikan, akan mengikutiku selama kelahiran demi
kelahiran, ini adalah harta pribadiku; sedangkan harta kekayaan yang memiliki
bentuk atau wujud, merupakan harta milik Lima Pihak, mengapa demikian?
Apabila
bertemu dengan bencana air, bencana api, bertemu dengan perampok, tidak hanya
kehilangan harta bahkan nyawapun bisa melayang! Sekarang saya memiliki harta
triliun, tetapi saat ajal tiba, juga hanya bisa pergi dengan tangan kosong,
berapapun banyaknya harta kekayaan, juga tidak bisa dibawa pergi. Apalagi
kejadian di dunia ini ini tidak kekal dan semu, kelak apakah harta yang
diwariskan, bisa membawa berkah atau petaka bagi anak cucu? Tidak ada yang
tahu!
Saya
hitung sejenak, bagian yang dapat diperoleh oleh raja, bencana air, bencana
api, perampok dan anak cucu, jumlah keseluruhannya adalah satu miliar. Uang ini
merupakan sumber petaka, yang menyebabkan hatiku selalu diliputi ketakutan, tidak
berani mempertahankannya; sekarang dengan jalinan jodoh ini, silahkan Yang
Mulia menerima harta kekayaan ini untuk digunakan mengembangkan kekuatan
militer, yang juga dapat mengenyahkan kecemasanku”.
Setelah
mendengar ucapan bangsawan, raja berkata dalam hati : “Andaikata tidak
mendengar Ajaran Buddha, mengamalkan sila, maka ibarat tuli dan buta. Saya
adalah orang yang hanya tahu harta kekayaan yang berwujud, sehingga merupakan
orang miskin yang tidak memahami harta kekayaan batiniah, bangsawan ini barulah
benar-benar merupakan orang kaya yang bijaksana, dia mengetahui bahwa
ketidakkekalan merupakan kebenaran dalam kehidupan manusia, di dunia ini tidak
ada satupun hal atau benda yang selamanya takkan berubah, ibarat tahta dan
kerajaanku, harta benda, istri dan anak, suatu hari kelak juga akan berpisah
denganku”.
Setelah
memperoleh pencerahan ini, raja mulai memberi persembahan kepada para anggota
Sangha dan membangun vihara, membaca sutra Buddha, mengamalkan sila, mengundang
pejabat yang baik, jujur dan setia untuk membantunya menjalankan roda
pemerintahan, bahkan menggunakan harta kekayaan hasil pemungutan untuk membantu
orang yang kurang mampu.
Oleh
karena memberi persembahan pada Triratna, menjalankan roda pemerintahan dengan
kebajikan, tidak sampai tiga tahun kemudian, negara berjaya dan rakyat hidup
adil sejahtera, kejahatan lenyap, rakyat hidup serba berkecukupan, sehat dan
bahagia.
Saat
menjelang ajal, raja yang oleh karena kebajikan yang dilakukannya pada satu kehidupan
ini, setelah meninggal dunia, terlahir di Alam Surga.
Renungan
:
Di
dalam “Sutra 42 Bagian”, Buddha Sakyamuni membabarkan: “Saya memandang permata emas
dan batu giok hanya sebagai puing-puing”.
Sang
Buddha dengan Maha Prajna membabarkan pada manusia dunia, melekat pada
benda-benda yang berada di luar diri ini, apalagi menggunakannya secara tidak
benar, hanya akan menambah nafsu keinginan manusia.
Harta
kekayaan merupakan milik Lima Pihak, bersusah payah mengejarnya, sepanjang
hidup banting tulang, pada akhirnya tidak ada yang bisa diperoleh, meningkatkan
tiga racun (lobha, dosa dan moha), tenggelam dalam lautan derita; menumbuhkan
Avidya (kegelapan batin), menutupi hati sejati.
Bodhisattva
Nagarjuna berkata : “Manusia yang memiliki kebijaksanaan besar, yang dapat
tercerahkan, mengetahui bahwa tubuh ini bagaikan khayalan semu, harta kekayaan
tidak bisa dilindungi, segala sesuatu adalah tidak kekal, hanyalah berkah yang
dapat diandalkan, membawa manusia keluar dari penderitaan, memahami Jalan
KeBuddhaan”.
Manusia
yang memiliki kebijaksanaan, memahami bahwa harta kekayaan merupakan milik Lima
Pihak, oleh karena memahami bahwa dunia ini adalah tidak kekal, maka itu
mengenyahkan kekikiran dan ketamakan, berdana, menimbun berkah kebajikan; saat
melakukan kebajikan takkan melekat pada rupa, barulah disebut jasa kebajikan,
yakni prajna kebijaksanaan.
Kebijaksanaan
yang tidak melekat pada apapun, bagaikan manusia yang mempunyai mata, di bawah
sinar terang mentari, memahami kebenaran dan berbahagia dalam kedamaian, menuju
Jalan KeBodhian, mengakhiri tumimbal lahir.
過去,有一位仁慈的國王,以平等心愛護人民,卻不曾出宮巡視民間生活。有一回,宰相請示國王:「祈願大王出宮,親自到民間看看。」大王高興地說:「很好,我就出宮看看吧!」
次日,國王出宮,看到國內很多富貴的長者,住的是深院豪宅,雕樑畫棟,金碧輝煌。國王心裡一方面欣慰於人民都能過著富足安樂的生活,另一方面也考慮到這些長者過多的財富,對於人民、國家都沒有利益,於是,國王下了一道命令,請長者們公布家產,準備予以徵收,作為擴充軍備之用。
當時,有一位擁有億萬家財的長者,入宮向國王公布自己只有「私財三千萬兩」。國王聽了,勃然大怒,正想追究長者欺君罔上之罪時,長者向國王解釋著:「我所積蓄的私財,不能貢獻給國王;但是五家的財產,不是私財,可請國王全權處理。」長者的一番話引起了國王的好奇心,於是國王繼續詢問長者,何謂「私財」?什麼又是「五家之財」?
長者回答說:「大王,我的心常樂念佛,口裡常宣說佛陀的教理,更用行動來實踐佛法。所以我將財產中的三千萬兩用作興建佛寺、供養僧眾,並幫助那些生活貧困的人們,乃至一切昆蟲鳥獸。布施使我心中安樂寂靜,而布施行善所得之福德,將生生世世跟隨著我,這就是我的私財;其餘的數億家產,都是外在有形的五家之財,為什麼呢?如果遇到水災、火災或遭盜賊洗劫時,別說錢財,可能連性命都保不住!而我現在雖有億萬家產,但等到往生之時,也只是空手而去,再多的錢財也帶不走。更何況世事虛幻無常,未來這些家產會為子孫帶來福或是禍?了不可知!我計算了一下,可以讓國王、水災、火災、盜賊和子孫分取的錢財共有十億,這些錢是禍亂的源頭,讓我時時心懷恐懼,不敢保有它;現在藉此因緣,希望國王把這些財寶收去擴充軍備,正可免去我的擔憂。」
國王聽了長者的一席話,心有所感,自忖:「如果沒有聽聞佛法妙義、持守淨戒,就如聾盲一般。我是一個只知有形財富,而不懂心中財富的窮人,這位長者才是真正有智慧的富人,他知道無常是人生的真理,世間沒有一件事物是永遠不變的,就像我的國土江山、財寶妻兒,終有一天也會離我而去。」有了這一番覺悟,國王開始供僧建寺、誦讀佛經、持守戒律,以正義忠誠的臣子輔佐朝政,並將徵收而來的財寶用來救濟貧困的人民。因為護持三寶、仁民愛物的德政,不到三年,國泰民安,盜賊絕跡,百姓衣食無憂,快樂安康。國王在壽終之後,也因這一世的行善積德,得以生天。
典故摘自:《六度集經卷第一•布施度無極章第一(七)》
省思
《四十二章經》中佛云:吾「視金玉之寶,如瓦礫。」佛陀以大智慧告訴世人,執著這些身外之物,而不善於運用,只會徒增人的貪欲。錢財乃五家所有,汲汲營營地追求,勞苦一生到頭來終無所得,徒增三毒,沉淪受苦;長養無明,障蔽真心。
龍樹菩薩告訴世人:「大慧之人,有心之士,乃能覺悟,知身如幻,財不可保,萬物無常,唯福可恃,將人出苦,津通大道。」具有智慧的人,明瞭錢財乃五家共有,因為了知世間無常,因而捨慳貪、行布施,在累積善法福德中;行善卻不著相,就是功德、就是般若智慧。這樣無所執著的智慧,如人有眼目,在日光普照中,洞徹因緣萬法的實相,心安住寂靜無為的安樂中,邁向菩提解脫的大道。